Beranda / Informasi / Artikel / Kenali 7 Ciri Fintech Ilegal yang Wajib Diwaspadai
Kenali 7 Ciri Fintech Ilegal yang Wajib Diwaspadai
6 Desember 2024
Bagikan Artikel Ini

Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar kata fintech? Bagi sebagian orang, fintech identik dengan kemudahan bertransaksi atau layanan pinjaman online. Namun, fintech sebenarnya lebih dari itu.
Istilah fintech muncul dari penggabungan kata finansial dan teknologi (financial technology). Fintech sebagai lembaga keuangan non-bank telah berkembang pesat di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan fintech turut mengubah lanskap layanan keuangan konvensional dengan menggunakan teknologi yang mempermudah akses bagi pengguna. Fintech menggabungkan inovasi teknologi dengan layanan keuangan, menciptakan berbagai produk dan layanan yang membantu masyarakat dan bisnis dalam melakukan transaksi keuangan secara lebih praktis.
Di Indonesia, fintech dimulai pada tahun 2006. Pada waktu itu masih sedikit perusahaan yang menggunakan teknologi ini. Kini, penggunaan fintech sudah mencakup berbagai jenis layanan seperti pinjaman peer-to-peer (P2P), pembayaran digital (payment gateway atau digital payment system), investasi, asuransi (insurtech), dan penggalangan dana (crowdfunding).
Namun, di tengah kemudahan yang ditawarkan berbagai layanan fintech tersebut, terdapat juga risiko yang mengintai. Ada banyak modus penipuan yang terjadi lewat fintech ilegal. Agar terhindar dari penipuan, penting bagi Anda untuk memahami dasar hukum dan regulasi yang menaungi lembaga keuangan fintech, serta ciri-ciri dari fintech ilegal.
Dasar Hukum dan Regulasi FintechUntuk mengatur penyelenggaraan fintech di Indonesia, berbagai regulasi telah dikeluarkan oleh pemerintah dan otoritas terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Beberapa regulasi penting di antaranya adalah:
-
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Undang-Undang ini memberikan dasar hukum bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawasi dan mengatur sektor jasa keuangan di Indonesia. Sebagai lembaga independen, OJK bertugas menjaga stabilitas sektor keuangan sekaligus melindungi kepentingan konsumen. Dalam konteks fintech, OJK memiliki wewenang untuk mengawasi operasional layanan lembaga keuangan berbasis teknologi, memastikan penyelenggara mematuhi regulasi, dan mencegah praktik yang merugikan masyarakat.
-
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Peraturan ini menetapkan aturan yang harus dipatuhi oleh penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi, termasuk P2P lending. Regulasi ini mencakup proses perizinan, tata cara operasional, hingga perlindungan konsumen untuk memastikan transparansi dan keamanan dalam layanan yang diberikan kepada masyarakat.
-
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital
Peraturan ini menjadi dasar pengembangan inovasi keuangan digital di Indonesia. Regulasi ini mengatur berbagai jenis layanan fintech, termasuk payment gateway, crowdfunding, insurtech, dan bentuk inovasi lainnya yang terus berkembang. Selain itu, melalui peraturan ini, OJK menetapkan prosedur perizinan dan kriteria operasional bagi penyelenggara. Hal ini diatur untuk memastikan inovasi keuangan dapat berjalan secara aman, legal, dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital.
-
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/12/PBI/2017 tentang Sistem Pembayaran
Peraturan ini dikeluarkan untuk memastikan sistem pembayaran fintech berjalan secara efisien, aman, dan sesuai dengan aturan Bank Indonesia (BI). Peraturan ini menegaskan peran BI dalam mengawasi dan mengatur layanan sistem pembayaran di Indonesia, termasuk fintech, yang menyediakan jasa pembayaran digital. Dengan regulasi ini, BI berupaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap ekosistem pembayaran yang terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi.
-
UU No. 11 Tahun 2008 dan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang telah diperbarui melalui UU No. 19 Tahun 2016, mengatur berbagai aspek transaksi elektronik, termasuk yang melibatkan fintech. Regulasi ini menitikberatkan pada keamanan transaksi, keabsahan dokumen elektronik, dan perlindungan data pribadi pengguna dalam ekosistem digital.
-
UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
Undang-undang ini secara khusus mengatur tentang perlindungan terhadap data pribadi, yang sangat relevan dalam industri fintech. Mengingat banyaknya layanan fintech yang memerlukan data pengguna, regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa penyelenggara menjaga kerahasiaan dan keamanan data konsumen. UU ini juga berfungsi sebagai langkah pencegahan terhadap potensi penyalahgunaan data yang dapat merugikan masyarakat.
-
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 10/POJK.03/2022 tentang Penyelenggara Keuangan Berbasis Teknologi
Peraturan ini memberikan pedoman umum bagi penyelenggaraan layanan keuangan berbasis teknologi di Indonesia. Regulasi ini mencakup berbagai jenis layanan fintech, tidak hanya terbatas pada P2P lending atau payment gateway, tetapi juga layanan lainnya yang terus berkembang seiring dengan inovasi di sektor ini. Peraturan ini dirancang untuk memastikan seluruh penyelenggara fintech beroperasi sesuai dengan prinsip legalitas, keamanan, dan kepatuhan terhadap standar yang berlaku.
Berbagai regulasi yang telah dipaparkan ini dirancang untuk memastikan bahwa lembaga keuangan fintech beroperasi dengan aman, transparan, dan mematuhi standar yang ditetapkan. Tujuan utama dari regulasi ini adalah untuk melindungi konsumen, menjaga stabilitas sektor keuangan, serta mendorong inovasi yang bertanggung jawab dalam ekosistem fintech.
Ciri-ciri Fintech ilegalDi tengah pesatnya pertumbuhan lembaga keuangan seperti fintech, tidak semua layanan yang tersedia di pasar memenuhi standar keamanan dan mematuhi regulasi. Beberapa di antaranya, sebut saja fintech ilegal, justru beroperasi tanpa mengikuti regulasi yang ditetapkan. Hal ini dapat merugikan konsumen sekaligus menciptakan ketidakpastian di ekosistem keuangan digital. Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk mengenali ciri-ciri fintech ilegal berikut ini yang perlu diwaspadai.
- Tidak terdaftar atau tidak memiliki izin resmi OJK
Fintech yang legal di Indonesia harus terdaftar dan memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peraturan ini memastikan bahwa fintech beroperasi di bawah pengawasan yang jelas dan memberikan perlindungan kepada konsumen. Sebaliknya, fintech ilegal yang tidak memiliki izin resmi tidak diawasi oleh OJK, sehingga berisiko melanggar aturan dan berpotensi merugikan pengguna.
Untuk keamanan transaksi Anda, hindari menggunakan layanan fintech yang tidak terdaftar di OJK. Jika Anda memerlukan layanan fintech, selalu cek terlebih dahulu status legalitas penyelenggara fintech melalui situs resmi OJK di www.ojk.go.id. Berikut langkah-langkah untuk memeriksa daftar fintech berizin:
1. Masuk ke laman utama www.ojk.go.id
2. Klik “Fungsi Utama” di menu navigasi utama
3. Pilih “Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya”
4. Pilih “Pelaku Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya”
5. Pilih “Financial Technology”
6. Klik tautan “Perusahaan Fintech Lending Berizin di OJK” (diikuti dengan per tanggal berapa daftar tersebut terakhir kali diperbarui)
- Bunga dan denda sangat tinggi
Ciri lain dari fintech ilegal adalah menetapkan bunga dan denda yang jauh di atas batas wajar. Berbeda dengan platform yang terdaftar, fintech ilegal tidak mengikuti aturan transparansi yang melindungi konsumen.
Sebagai contoh, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menetapkan batas maksimal biaya pinjaman, yaitu 0,8% per hari, dengan total seluruh biaya (termasuk denda) tidak boleh melebihi 100% dari nilai pokok pinjaman. Fintech ilegal sering mengabaikan aturan ini, sehingga memberatkan pengguna dengan bunga dan denda yang tidak masuk akal.
Pastikan Anda memilih lembaga keuangan yang mematuhi regulasi untuk menghindari kerugian akibat bunga dan denda yang terlalu tinggi.
- Cara penagihan tidak etis
Fintech ilegal kerap menggunakan cara-cara agresif, seperti ancaman, pelecehan, hingga intimidasi terhadap konsumen yang terlambat membayar. Lebih parah lagi, mereka sering memanfaatkan media sosial untuk mempermalukan atau mengganggu konsumen sehingga menciptakan tekanan psikologis yang berlebihan. Praktik semacam ini jelas melanggar etika dan hukum, serta sangat merugikan konsumen.
Pilihlah fintech yang terdaftar dan diawasi oleh otoritas resmi untuk menghindari risiko penagihan dengan cara yang tidak etis.
- Kerahasiaan data konsumen tidak terjaga
Fintech ilegal sering kali mengabaikan perlindungan data pribadi konsumen. Karena tidak mengikuti regulasi yang ditetapkan oleh OJK dan Bank Indonesia, mereka cenderung tidak memiliki kebijakan yang memadai dalam menjaga kerahasiaan data. Akibatnya, data konsumen rentan disalahgunakan atau bahkan dijual ke pihak ketiga tanpa sepengetahuan maupun izin dari konsumen. Hal ini dapat berujung pada berbagai risiko, seperti penipuan, pencurian identitas, atau kerugian lainnya bagi konsumen.
Pastikan Anda hanya menggunakan layanan fintech yang legal dan telah terdaftar, karena mereka diwajibkan untuk menerapkan perlindungan data sesuai dengan regulasi yang berlaku.
- Lokasi kantor tidak jelas atau ditutupi
Salah satu indikator penting legalitas fintech adalah transparansi mengenai lokasi kantornya. Penyelenggara fintech dan seluruh lembaga keuangan lain yang terdaftar di OJK diwajibkan memiliki alamat kantor yang jelas dan dapat disurvei oleh otoritas terkait. Jika fintech tidak mencantumkan lokasi kantornya, atau bahkan menutup-nutupi informasi tersebut, Anda patut mencurigai legalitasnya. Ketidakjelasan ini sering kali menjadi ciri khas fintech ilegal yang berusaha menghindari pengawasan dari pihak berwenang.
Untuk memastikan keamanan, gunakan layanan fintech yang memberikan informasi transparan mengenai kantor operasionalnya.
- Syarat peminjaman yang mudah
Fintech yang beroperasi secara legal memiliki standar prosedur yang ketat untuk memastikan keamanan dan keadilan bagi kedua belah pihak (fintech dan konsumen). Salah satu langkah yang dilakukan adalah pengecekan credit scoring guna menilai kelayakan calon peminjam. Proses ini melibatkan dokumen pendukung seperti identitas resmi, bukti penghasilan, atau informasi lain yang relevan. Selain itu, fintech terdaftar juga harus memahami tujuan pinjaman Anda untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Sebaliknya, fintech ilegal cenderung menawarkan proses peminjaman yang sangat mudah tanpa banyak persyaratan. Ini mungkin terlihat menguntungkan di awal, tetapi risiko yang ditimbulkan justru jauh lebih besar. Kurangnya proses verifikasi membuat konsumen rentan terhadap bunga dan denda yang tinggi, serta kerugian lain akibat praktik yang tidak bertanggung jawab.
- Tidak memiliki kontak pengaduan
Salah satu ciri utama fintech yang terpercaya adalah keberadaan kontak pengaduan yang jelas dan mudah diakses. Kontak pengaduan ini menjadi bentuk tanggung jawab penyelenggara layanan fintech agar memungkinkan konsumen untuk melaporkan masalah atau menyampaikan keluhan. Fintech legal menyediakan kontak pengaduan melalui berbagai kanal seperti email, nomor telepon, atau layanan pelanggan di aplikasi mereka.
Sebaliknya, fintech ilegal sering kali tidak menyediakan mekanisme pengaduan yang memadai. Jika konsumen menghadapi masalah, mereka tidak memiliki cara untuk mencari solusi yang adil karena tidak ada pihak yang bisa dihubungi. Hal ini membuat konsumen lebih rentan terhadap kerugian tanpa adanya perlindungan atau bantuan.
Pastikan Anda selalu memeriksa keberadaan kontak pengaduan sebelum menggunakan layanan fintech. Jangan ragu untuk menguji responsivitas saluran tersebut sebagai langkah awal memastikan kredibilitas layanan yang Anda gunakan.
Perkembangan lembaga keuangan seperti fintech telah membawa kemudahan dan inovasi di sektor keuangan digital. Namun, perkembangan ini juga diiringi dengan tantangan, terutama dalam bentuk fintech ilegal yang dapat merugikan konsumen. Memahami regulasi yang ada dan mengenali ciri-ciri fintech ilegal sangat penting agar masyarakat dapat memilih layanan lembaga keuangan berbasis teknologi dengan lebih bijak.
Pastikan untuk selalu memeriksa legalitas penyelenggara fintech melalui sumber resmi seperti OJK, serta berhati-hati terhadap tawaran yang terlalu menggiurkan. Keamanan dan kenyamanan Anda dalam bertransaksi harus selalu menjadi prioritas utama.