Beranda / Informasi / Artikel / Waspada! 5 Jenis Ancaman Siber Ini Sering Menyerang Infrastruktur Perbankan

Waspada! 5 Jenis Ancaman Siber Ini Sering Menyerang Infrastruktur Perbankan

13 Desember 2024

Bagikan Artikel Ini

Saat ini, penggunaan teknologi untuk transaksi keuangan sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Mulai dari transaksi belanja harian hingga pembayaran tol dan parkir, kini semua dapat dilakukan secara digital. Digitalisasi dalam sistem pembayaran ini telah menyentuh berbagai aspek kehidupan kita. Namun, seiring dengan meningkatnya penggunaan transaksi digital, muncul pula berbagai ancaman siber yang mengincar sistem perbankan.

Penipuan berbasis teknologi atau siber, yang dikenal dengan istilah cybercrime, berpotensi menimbulkan kerugian besar, baik bagi nasabah maupun institusi perbankan. Keamanan siber menjadi pilar penting dalam menjaga data pribadi, transaksi, dan aset finansial yang bernilai tinggi. Untuk memahami lebih dalam, berikut adalah lima jenis serangan siber yang paling sering mengincar infrastruktur perbankan serta strategi untuk mengatasinya.

Serangan Siber yang Mengancam Sistem Perbankan

Serangan siber kini terus berkembang dengan metode yang semakin canggih dan sulit dideteksi. Pelaku kejahatan siber memanfaatkan celah teknologi untuk menyerang sistem perbankan yang menjadi tulang punggung ekonomi digital. Berikut adalah lima jenis serangan yang sering mengancam infrastruktur perbankan, lengkap dengan dampak dan tantangan yang ditimbulkannya.

1. Phishing

Phishing adalah teknik penipuan di mana pelaku menggunakan email, pesan teks, atau situs web palsu yang menyerupai platform resmi untuk mencuri informasi pribadi nasabah, seperti username, password, dan nomor kartu kredit. Jenis penipuan ini biasanya menyertakan pesan darurat, seperti klaim adanya masalah pada akun atau pemberitahuan tentang pembaruan penting yang harus dilakukan segera. Dalam beberapa kasus, link yang dikirimkan membawa korban ke situs yang tampak asli, namun sebenarnya dikendalikan oleh pelaku.

2. Malware

Malware adalah perangkat lunak berbahaya yang dirancang untuk merusak sistem komputer atau mencuri data. Dalam konteks perbankan, malware sering digunakan untuk mencuri data login atau memonitor aktivitas pengguna. Serangan malware dapat terjadi melalui email dengan lampiran berbahaya, tautan mencurigakan, atau unduhan dari situs tidak terpercaya. Setelah malware berhasil masuk ke perangkat, pelaku dapat mengakses informasi sensitif dan bahkan melakukan transaksi tanpa sepengetahuan pengguna.

3. Ransomware

Ransomware adalah jenis malware yang mengenkripsi data pada perangkat korban dan meminta tebusan (ransom) untuk mengembalikan akses. Bank sering kali menjadi target karena mereka menyimpan data bernilai tinggi dan memiliki kemampuan finansial untuk membayar tebusan. Serangan ini dapat menghentikan operasional bank, merusak reputasi institusi, dan mengurangi kepercayaan pelanggan. Pelaku biasanya meminta pembayaran dalam bentuk mata uang kripto (mata uang digital) untuk menghindari pelacakan.

4. Distributed Denial of Service (DdoS)

Serangan DDoS bertujuan untuk membanjiri server dengan lalu lintas data yang berlebihan hingga sistem tidak dapat berfungsi. Dalam konteks perbankan, serangan DDoS dapat menyebabkan gangguan besar pada layanan perbankan digital seperti aplikasi mobile banking atau internet banking. Walaupun DDoS biasanya tidak bertujuan untuk mencuri data, serangan ini dapat mempengaruhi kinerja operasional bank, merugikan nasabah, dan menyebabkan kerugian finansial. 

Biasanya, serangan DDoS ini digunakan sebagai taktik pengalih perhatian yang memungkinkan serangan lain seperti ransomware terjadi secara bersamaan tanpa diketahui pihak bank.

5. Spoofing

Spoofing (penyamaran) adalah metode penipuan di mana pelaku berpura-pura menjadi entitas resmi, seperti bank atau lembaga keuangan, untuk mendapatkan akses ke informasi pribadi nasabah. Metode ini biasanya dilakukan melalui email, nomor telepon, atau situs web yang terlihat asli. Pelaku akan meminta nasabah untuk memberikan informasi sensitif atau mengeklik link yang mengarah ke situs web palsu. Spoofing memanfaatkan kepercayaan korban untuk mendapatkan akses tanpa dicurigai, hingga akhirnya korban tanpa sadar sudah jatuh ke dalam perangkap pelaku.

Strategi Antisipasi Serangan Siber untuk Perbankan

Untuk melindungi sistemnya dari serangan siber, institusi perbankan perlu mengadopsi strategi keamanan yang tepat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Penerapan sistem keamanan berlapis

Penggunakan teknologi seperti otentikasi dua faktor (two-factor authentication) dapat diterapkan untuk mengurangi risiko akses tidak sah ke akun nasabah dan memperkuat sistem perbankan. Selain itu, implementasi biometrik seperti sidik jari, pengenalan wajah, atau retina dapat menambahkan lapisan keamanan yang lebih sulit ditembus. Langkah ini membantu mengurangi risiko akses tidak sah ke akun nasabah.

  • Pemantauan sistem secara real-time

Infrastruktur perbankan dapat menggunakan alat pemantauan yang bisa mendeteksi pola aktivitas mencurigakan dan merespons ancaman dengan cepat. Teknologi semacam ini memungkinkan respons otomatis untuk mengisolasi ancaman sebelum menyebar ke seluruh jaringan. Penggunaan log aktivitas secara terintegrasi juga penting untuk mengidentifikasi celah keamanan dan memastikan transparansi operasional. Cara ini dapat mencegah serangan lebih lanjut dan meminimalisasi dampaknya.

  • Edukasi nasabah

Bank perlu mengadakan kampanye edukasi, baik melalui media digital maupun secara langsung, untuk meningkatkan kesadaran nasabah dalam mengenali tanda-tanda serangan siber. Edukasi ini dapat mencakup cara mengenali tanda-tanda serangan siber, pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi, serta langkah-langkah aman dalam bertransaksi digital. Bank juga dapat menyediakan simulasi atau alat pelatihan untuk membantu nasabah mengenali skenario serangan siber secara langsung.

Penerapan strategi-strategi di atas membantu bank mengurangi risiko serangan siber sekaligus membangun kepercayaan nasabah terhadap layanan yang diberikan. Keamanan siber sendiri bukanlah solusi yang bersifat sekali jadi. Evaluasi dan pembaruan terus-menerus diperlukan untuk menghadapi ancaman yang terus berkembang. Selain itu, kolaborasi antara bank, penyedia teknologi, regulator, dan nasabah menjadi elemen kunci dalam menghadapi tantangan ini.

Teknologi Cyber Security untuk Melindungi Infrastruktur Perbankan

Perkembangan teknologi digital menuntut sistem perbankan untuk terus meningkatkan keamanannya. Berbagai solusi cyber security kini tersedia untuk melindungi infrastruktur perbankan dari ancaman siber yang semakin kompleks. Teknologi-teknologi ini dirancang tidak hanya untuk mendeteksi dan merespons serangan, tetapi juga untuk mencegah risiko di masa mendatang.

Berikut beberapa teknologi kunci yang dapat diterapkan dalam upaya memperkuat pertahanan siber perbankan.

  • Firewall dan Antivirus

Firewall adalah sistem keamanan yang berfungsi untuk memantau dan mengontrol lalu lintas data yang masuk dan keluar dari jaringan komputer. Firewall bekerja dengan memeriksa data berdasarkan aturan keamanan yang telah ditentukan, kemudian memblokir atau mengizinkan data tersebut untuk lewat. Pada infrastruktur perbankan, firewall sangat penting untuk melindungi jaringan internal dari ancaman eksternal, seperti serangan malware atau akses yang tidak sah. 

Di sisi lain, antivirus adalah perangkat lunak yang digunakan untuk mendeteksi, mencegah, dan menghapus virus atau perangkat lunak berbahaya lainnya yang mencoba menyerang sistem. Kombinasi antara firewall dan antivirus membentuk pertahanan ganda yang sangat penting dalam melindungi sistem perbankan dari potensi ancaman.

  • Enkripsi Data

Enkripsi data adalah proses mengubah informasi atau data menjadi format yang tidak dapat dibaca tanpa kunci enkripsi tertentu. Dalam konteks infrastruktur perbankan, enkripsi melindungi data nasabah, seperti informasi akun, transaksi, dan data sensitif lainnya, dari akses yang tidak sah. Proses enkripsi memastikan bahwa meskipun data tersebut berhasil dicuri oleh pihak yang tidak berwenang, informasi tersebut tetap tidak dapat dibaca atau digunakan tanpa kunci dekripsi yang tepat. 

Selain itu, enkripsi juga diterapkan pada transmisi data antara nasabah dan bank, seperti saat melakukan transaksi online, untuk menjaga kerahasiaan data selama proses tersebut berlangsung.

  • Pemindai Kerentanan

Pemindai kerentanan adalah perangkat lunak yang digunakan untuk memindai sistem atau aplikasi untuk menemukan celah atau kerentanannya, yang dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berniat jahat. Dalam dunia perbankan, pemindai kerentanan sangat penting untuk mendeteksi potensi risiko sebelum serangan terjadi. Pemindai ini akan mengidentifikasi area yang lemah dalam perangkat lunak, sistem jaringan, atau aplikasi yang digunakan oleh bank, memberikan informasi yang diperlukan untuk perbaikan atau patching yang cepat. Penggunaan pemindai kerentanan memungkinkan bank lebih proaktif dalam mengatasi masalah keamanan dan mengurangi kemungkinan serangan siber.

  • Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML)

Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) adalah teknologi yang memanfaatkan algoritma untuk menganalisis pola data dan membuat prediksi atau keputusan secara  otomatis. Dalam konteks keamanan siber dan infrastruktur perbankan, AI dan ML dapat digunakan untuk mendeteksi ancaman secara lebih cepat dan lebih akurat dibandingkan dengan pendekatan tradisional. 

Kedua teknologi ini dapat memproses sejumlah besar data secara real-time dan mengidentifikasi aktivitas yang mencurigakan atau pola yang mungkin menandakan serangan. Misalnya, AI dapat mendeteksi transaksi yang tidak biasa atau akses yang tidak sah pada akun nasabah. Machine Learning memungkinkan sistem untuk terus belajar dan beradaptasi, meningkatkan kemampuannya dalam mengenali ancaman yang semakin kompleks seiring waktu.

Keempat teknologi ini memungkinkan bank untuk membangun lapisan perlindungan yang lebih tangguh dan proaktif terhadap ancaman siber. Penggunaan firewall, enkripsi data, pemindai kerentanan, serta AI dan ML memastikan bahwa sistem perbankan tetap aman dan dapat diandalkan, sekaligus memberikan perlindungan maksimal bagi data nasabah dan transaksi yang terjadi.

Regulasi Keamanan Siber Perbankan yang Melindungi Konsumen

Keamanan siber di sektor perbankan Indonesia diatur oleh berbagai regulasi yang dirancang untuk melindungi konsumen dan memastikan integritas sistem pembayaran digital. Regulasi ini tidak hanya memberikan dasar hukum bagi bank untuk mengimplementasikan langkah-langkah keamanan yang tepat, tetapi juga memastikan bahwa data pribadi nasabah terlindungi dengan baik. 

Berikut adalah beberapa regulasi utama yang mengatur keamanan siber dalam sektor perbankan: 

  • Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

Peraturan ini mengatur tentang tata kelola dan pengawasan sistem pembayaran di Indonesia, termasuk transaksi digital yang semakin berkembang. PBI No. 19/12/PBI/2017 mewajibkan lembaga penyelenggara sistem pembayaran (seperti bank dan penyedia layanan pembayaran) untuk memastikan keamanan dalam setiap transaksi yang dilakukan.

  • Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

UU ini menyediakan kerangka hukum yang jelas mengenai hak dan kewajiban pengguna serta penyelenggara transaksi elektronik, serta langkah-langkah untuk mencegah dan menangani tindakan kejahatan siber. Dalam konteks perbankan, UU ITE sangat penting karena memberikan dasar hukum bagi institusi untuk menerapkan langkah-langkah keamanan siber, seperti perlindungan terhadap data pribadi, transaksi yang sah, serta pemulihan data dan informasi yang rusak akibat serangan siber. 

  • Undang-Undang No. 27 Tahun 2023 tentang Perlindungan Data Pribadi

UU ini memberikan kerangka hukum yang lebih komprehensif dalam perlindungan data pribadi di Indonesia, termasuk data nasabah dalam sektor perbankan. UU ini mengatur cara pengumpulan, penggunaan, penyimpanan, dan pengalihan data pribadi yang harus dilakukan oleh pihak penyelenggara layanan, seperti bank dan lembaga keuangan lainnya. Salah satu poin penting dari UU ini adalah hak nasabah untuk mengontrol dan melindungi data pribadi mereka, termasuk hak untuk meminta akses, perbaikan, atau penghapusan data pribadi yang disimpan oleh lembaga keuangan.

Berdasarkan regulasi ini, bank diharapkan dapat menjaga data pribadi nasabah dengan lebih baik, serta mengimplementasikan sistem keamanan yang kuat untuk menghindari ancaman siber. Nasabah juga diimbau untuk selalu waspada dan mengedepankan keamanan dalam setiap transaksi yang dilakukan.

Keamanan siber di sektor perbankan sangat penting untuk melindungi data pribadi nasabah dan menjaga integritas sistem keuangan. Teknologi canggih, strategi antisipasi yang tepat, serta regulasi yang mendukung dapat membantu institusi perbankan mengurangi risiko serangan siber dan memberikan rasa aman kepada nasabah. Kolaborasi antara teknologi, kebijakan, dan kesadaran semua pihak menjadi kunci utama dalam menciptakan ekosistem perbankan yang aman dan terpercaya.

 

Lihat Artikel Terkait

1